MENELADANI R.A. KARTINI


A.    Sejarah R.A. Kartini
Tanggai 21 April tahun 1879 Masehi, bertepatan dengan tanggal 28 Rabiulakhir tahun Jawa 1808. Hari itu, lahirlah seorang anak perempuan, di Mayong, yakni sebuah kota kecamatan, termasuk daerah Kabupaten Jepara.
Nama anak itu ialah Raden Ajeng Kartini.
Ayah Raden Ajeng Kartini adalah seorang Asisten Wedana yang berkedudukan di Mayong. Dan kurang lebih satu tahun setelah lahirnya R.A. Kartini itu, ia diangkat menjadi Bupati Jepara.
Nama ayah R.A. Kartini ialah Raden Mas Adipati Aryo Sosrodiningrat.
Adapun seluruh saudara R.A. Kartini ada 11 orang, yaitu :
1.    R. Mas Panji Sosroningrat.
2.    Pangeran Aryo Sosroboesono (menjadi bupati Ngawi).
3.    R. Ajeng Soelastri ( R.A. Cokroadisosro).
4.    Drs. R. Mas Pangeran Sosrokartono.
5.    R. Ajeng Kartini (istri bupati Rembang, Raden Tumenggung Adipati Aryo Joyoadiningrat).
6.    R. Ajeng Roekmini (R.A. Santosa, Kudus).
7.    R. Ajeng Kardinah (isteri bupati Tegai, Reksonagoro).
8.    R. Ajeng Kartinah (R.A. Dirjoprawiro).
9.    R. Mas Panji Sosro Moelyono.
10.    R. Ajeng Soemantri (R.A. Sosrohadikoesoemo).
11.    R. Mas Panji Sosrorawito.
Ibu R.M.P. Sosrokartono dan R.A. Kartini bernama Ngasirah, seorang wanita dari rakyat biasa, anak seorang mandor pabrik gula.
Adapun sembilan saudara R.A. Kartini yang lain, adalah dari Raden Ayu Sosroningrat, seorang bangsawan keturunan ratu Madura.
Nenek R.A. Kartini bernama Pangeran Aryo Condronegoro, menjadi bupati Demak. Dan setelah neneknya meninggal dunia, Paman R.A. Kartini yang bernama Pangeran Aryo Hadiningrat menjadi Bupati Demak pula.
Dengan demikian, maka R.A. Kartini adalah seorang bangsawan, atau termasuk keluarga ningrat. Namun R.A. Kartini tidak pernah membanggakan keturunannya, baik di dalam kata-kata atau perbuatannya.
Nenek R.A. Kartini, yakni Bupati Demak, bernama Pangeran Aryo Condronegoro. Ia terkenal mempunyai alam pikiran yang maju, bila dibandingkan dengan para bupati yang lainnya di seluruh tanah Jawa pada saat itu.
Sebagai buktinya ialah, bahwa pada waktu itu tidak patut bagi anak-anak asli Indonesia (orang Bumiputra) yang memasuki sekolah Belanda. Artinya tidak patut ialah tercela. Dan memang menurut adat saat itu tidak ada anak-anak Bumiputra yang menerima pendi dikan Belanda.
Tetapi, pada tahun 1846, nenek R.A. Kartini itu telah mendatangkan seorang guru dari Negeri Belanda. Dengan maksud agar guru tersebut mendidik dan memberi pelajaran kepada para putra Bupati Condronegoro itu. Para bupati di tanah Jawa mencela tindakan nenek R.A. Kartini itu. Tetapi beliau tidak mempedulikannya sama sekali.
“Anak-anakku, bila kamu sekalian tidak mendapat pelajaran, kamu tidak akan mendapat kesenangan. Dan akhirnya keturunanmu akan terbelakang,” demikian kata beliau kepada para putranya.
Apalagi pada jaman neneknya R.A. Kartini. Se Sedangkan pada jamannya R.A. Kartini masih hidup saja (pada tahun 1902), para bupati di seluruh Pulau Jawa dan Madura, yang pandai membaca, menulis dan pandai bercakap-cakap dalam bahasa Belanda hanyalah 4 orang bupati saja. Mereka itu ialah :
1.    Bupati Demak, Pangeran Aryo Hadiningrat, paman R.A. Kartini.
2.    Bupati Jepara, R.M. Adipati Ario Sosroningrat, ayah R.A. Kartini.
3.    Bupati Serang, P.A.A. Akhmad Jayadiningrat.
4.    Bupati Ngawi, R.M. Tumenggung Koesoemo Oetoyo.
Memang pada waktu itu, keluarga ningrat atau keluarga bangsawan sangat terpisah dengan kehidupan masyarakat. Yakni terpisah dengan rakyat biasa. Tetapi bagi R.A. Kartini pribadi tidaklah demikian. Terutama bupati Jepara, yakni ayah R.A. Kartini, rupa-rupanya mewarisi watak dan kepribadian Bupati Condronegoro yang suka maju. Terutama mengenai pendidikan, ayah R.A. Kartini mendidik para putranya, agar suka beiajar, agar menjadi orang-orang yang berpikiran maju.
Kesimpulan di atas itu memang tepat dan benar. Karena telah terbukti dalam sejarah, bahwa para turunan Bupati Condronegoro terkenal menjadi keluarga yang paling maju. Yakni paling maju, bila dibandingkan dengan keluarga-keluarga bangsawan yang lain. Pada permulaan abad ke-19 itu, telah didirikan perhimpunan para bupati . Dan yang menjadi ketua adalah paman R.A. Kartini juga, yakni bupati Demak. ltulah salah satu buktinya.
Terutama para saudara R.A. Kartini, banyak yang menjadi lulusan sekolah HBS. HBS ialah sekolah yang paling tinggi saat itu di Indonesia. Bahkan’ada yang melanjutkan sekolah keNegeri Belanda juga, yakni Drs. R. M. P. Sosrokartono.

B.    Kepribadian & Pandangan Hidup R.A. Kartini
1.    Tentang kebangsawanan.
Walaupun R.A. Kartini termasuk seorang ningrat atau seorang bangsawan, namun ia tidak gila akan derajat itu. Bahkan ia amat sedih, bila ada orang yang menggunakan tingkat kebangsawanan itu untuk kepentingan dirinya sendiri, dan merugikan orang lain.
2.    Hatinya lekat kepada rakyat biasa.
R.A. Kartini tidak senang disembah dan diagungkan sebagaimana layaknya seorang bangsawan. Hatinya lekat kepada rakyat blasa. Tidak terduga bahwa R.A. Kartini, seorang wanita bangsawan tetapi kakinya menjamah pada jalan-jalan kampung. Jalan-jalan kampung yang becek itu ditelusuri, karena ingin ikut merasakan apa yang dialami rakyat biasa.
3.    R. A. Kartini seorang pengasih.
Sifat kasih sayangnya R.A. Kartini kepada sesama manusla itu Lebih tampak jelas bila dilihat dab kasihnya kepada anak-anak. Kasih sayangnya dicurahkan kepada anak-anak perempuan yang dididiknya. “Moga-moga saya dibolehkan memangku anak-anak itu, dan bolehlah saya memelihara anak-anak itu dengan kasih sayang”. (Surat kepada Ny. Abendanon tgl. 8 Agustus 1903).
4.    Untuk kepentingan orang lain.
“Dari mana aku mendapat pelipur untuk menguatkan hati? lalah dengan agak sedikit memikirkan kepada diriku sendiri, dan sebanyak-banyaknya memikirkan orang lain”. (Dari suratnya yang tidak diumumkan, kepada Ny. Abendanon tgl. 3 Januari 1902).
5.    Amat menghormati orang tua.
R.A. Kartini amat menghormati orang tuanya.
“… Siang malam saya memikirkan dengan berdaya upaya, agar saya tertepas dad kungkungan adat. Yakni adat lama yang menghambat kemajuan. Adat lama yang kokoh itu rasanya akan kami lebur dan patahkan saja. Tetapi ada hambatan. Hambatan yang menghalangi itu ialah kasih sayang -gaya kepada orang tua saya. Yakni orang yang melahirkan dan yang membesarkan saya.
Bila saya tetap menurutkan kata hati saya, itu namanya merusakkan hati orang tua saya. Bolehkah saya memilukan hati orang tua, padahal orang tualah yang memelihara saya dengan susah payah…. ”
(Surat R.A. Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).
Alangkah sayang dan hormatnya R.A. Kartini kepada orang tuanya.
6.    Sederhana.
Dengan landasan jiwa dan hidup yang sederhana, maka R.A. Kartini amat mudah untuk bergaul dengan siapa saja. Terutama dengan orang kebanyakan. Sederhana dalam sifat dan kehidupannya. Dan kesederhanaan R.A. Kartini itu asli, tanpa dibuat-buat. ltulah sifat-sifat R.A. Kartini.
Sebagai puncak dari keikhlasan hatinya yang melambangkan kesederhanaan ialah sewaktu is menjadi pengantin tidaklah dengan pesta. Dan tidak pula dengan diramaikan segala. Bahkan is sendiri tidak dengan pakaian pengantin. Di dalam suratnya yang lain, is juga menyebut ten-tang kehematan dan kesederhanaan. Dan mencegah hidup berlebih-lebihan, agar kelak tidak sengsara.
7.    Rajin dan anti malas.
R.A. Kartini juga seorang yang rajin dan anti malas.
Telah patut dan tepatlah bahwa R.A. Kartini mempunyai watak dan sifat rajin dan tekun, anti malas. Hal ini memang telah sesuai bila ternyata R.A. Kartini mempunyai cita-cita yang tinggi dan mulia itu. Orang yang malas tidak akan mempunyai cita-cita yang luhur. Karena keluhuran itu bertentangan dengan sifat malas dan bebal.
8.    Berkemauan keras dan optimis.
Artinya optimis ialah memandang sesuatu cita-cita dan segala keadaan dengan baik, tidak berburuk sangka. Artinya orang yang optimis itu tidak mudah putus asa. Tidak mudah lemah cita-citanya. la percaya dan yakin, bahwa cita-citanya akan berhasil.
9.    Tidak suka mendewa-dewakan masa silam.
Tentu saja orang yang berkemauan keras itu tidak suka mengagungkan masa silam. Karena orang yang hanya mengagungkan masa silam ialah orang yang tidak maju pikirannya. Ia seakan-akan telah puas dengan hanya membanggakan nenek moyangnya jaman dahulu saja. R.A. Kartini amat benci kepada sifat-sifat yang demikian itu.
10.    Tidak takut percobaan dan rintangan.
Segala cita-cita pasti ada percobaannya. Makin luhur dan tinggi cita-cita dan usaha, semakin besar pula percobaan yang dihadapi. Dan memang percobaan dan rintangan itulah yang mendukung nilai keberhasilan atau cita-cita itu.
11.    Antara ilmu pengetahuan dan akhlaq.
R.A. Kartini berpendapat, bahwa bila akan memajukan peradaban, maka antara kecerdasan fikiran dan kecerdasan budi harus sama-sama dimajukan. Seorang pendidik belumlah selesai, bila ia hanya mencerdaskan fikiran saja. la harus mendidik budi atau akhlaq manusia. Orang yang telah mengetahui banyak tentang budi dan cerdas fikirannya, belum dapat menjamin bahwa ia mempunyai budi pekerti. (Surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon. 21 Januari 1901).

Jadi pendapat R.A. Kartini, orang pintar harus berbudi luhur.

oleh Siti Rosyidah, S.PdI dirangkum oleh Dwi Nugraheni